Gina Site

I just want to express my life

Wednesday, December 31, 2008

Keramik Asli Tapi Palsu Produk Singkawang, Kalimantan Barat

Naniek H Wibisono
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional

Mau tempayan antik yang berasal dari Dinasti Tang abad ke-9?; mau mangkuk  berelief dari Dinasti Song? atau mau tempayan dililit naga dari Dinasti Ming?. Berbagai bentuk keramik asli tiruan yang betul-betul seindah aslinya ini dapat diperoleh di Singkawang, Kalimantan Barat. Bahkan kalau mau tempayan antik
yang sudah aus atau retak-retak, juga dapat mereka lakukan. Tentu saja dengan harga yang jauh di bawah harga keramik kuna yang sesungguhnya; atau kalau mau memperbaiki keramik antik yang sudah aus, mereka sanggup menghipnotisnya menjadi indah kembali. Demikianlah gambaran sepintas tentang pabrik-pabrik keramik asli tapi palsu, di Singkawang, Kalimantan Barat yang sebenarnya mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, terutama sekali dalam kegiatan pembuatan keramik purba tiruan; jenis komoditi yang menjadi idaman golongan the have dan impian golongan the have not. Pabrik-pabrik pembuatan keramik tersebut didirikan oleh para imigran Cina yang datang di Indonesia pada tahun 1927--30-an di Indonesia dari Cina Selatan (Canton) melalui Singapura dan bekerja sebagai kuli pelabuhan. Kemudian ia mendirikan toko obat
tradisional di Singkawang, dan akhirnya mendirikan pabrik keramik pada tahun 1936 dengan dibantu oleh teman-temannya sebagai potters (pengrajin keramik). Pabrik ini mulai berproduksi pada tanggal 1 Agustus 1937. Ini semua terjadi karena potensi bahan baku yang dimiliki daerah itu Peta lokasi Singkawang Proses Pembakaran Produk Singkawang Bagi para pemerhati keramik kuna harus pandai-pandai dalam memilih benda-benda keramik; karena tidak seluruh keramik yang ada saat ini asli. Sejarah telah memberikan informasi kepada kita, bahwa tradisi pembuatan keramik berawal dari Cina, kemudian menyebar ke Thailand, Vietnam, Jepang, dan Eropa; kemudian pada awal abad ke- 20an juga terdapat di Singkawang, Kalimantan Barat. Kehadiran teknologi keramik di Singkawang ini, bukan saja Tungku Naga hasil dari transformasi ide, tetapi sekaligus disertai pindahnya Cina Dinasti 12 ( produk Singkawang (kiri), Produk Song Abad Ke-11-
(kanan) pengrajin yang terdiri dari imigran Cina yang membawa pengetahuan dan ketrampilan; sehingga terjadi kemiripan produk antara keramik dari Cina dan keramik dari Singkawang. Kemiripan industri keramik Singkawang dengan negara leluhurnya tidak hanya tampak dalam bentuk hasil produksinya saja. Teknologi yang mereka gunakan pun nyaris sempurna seperti yang digunakan nenek moyang mereka ribuan tahun silam di Daratan Cina. Tungku pembakarannya, berbentuk sama dengan yang dahulu dipakai para pengrajin sejak Dinasti Han ratusan tahun lalu. Tungku yang karena bentuknya mirip naga, maka populer dengan sebutan Tungku Naga. 

Kesulitan yang kemudian timbul adalah membedakan ciri jenis keramik tersebut, bahkan mungkin dengan keramik dari negara-negara lainnya; mengingat bahwa para pengrajin keramik Cina juga dikenal menjadi perantau di negara-negara produsen keramik di luar Cina. Barang-barang keramik yang meniru keramik dari
Cina, misalnya tempayan, teko, guci, dan sebagainya. Jenis dan tipe barang-barang tersebut pada saat ini sangat disenangi dan dicari oleh masyarakat golongan atas khususnya para antiquariant, karena barang-barang
tersebut dianggap simbol status sosial. Cara peniruan itu dilakukan pula oleh beberapa pabrik keramik di Taiwan, Jepang, dan Cina dengan cara mengcopy bentuk-bentuk kuna, kemudian menjualnya ke pasaran international dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan yang asli. Cara mengupgrade (kiri) dan mengcopy (kakan) Bahan pokok yang digunakan untuk pembuatan keramik adalah tanah liat yang terdapat di sekitar pabrik; kadang-kadang sebagai bahan campuran digunakan tanah merah campur kaolin Alat utama yang digunakan untuk pembentukan adalah roda putar. Alat ini berbentuk bundar, berdiameter 90 cm dan tebal 12 cm, dan dibuat dari coran semen dengan tulang besi.
Bagian tengahnya sedikit cekung, pada bagian ini diletakkan kayu berbentuk bulat yang berfungsi sebagai landasan tanah liat pada waktu pembentukan. Bagian tengah dari roda putar tersebut diberi poros besi sebagai tonggak yang menghubungkan roda putar dengan lantai ruang kerja.
Pembentukan di atas roda putar dengan tangan sesuai dengan wadah yang dikehendaki. Sekali-kali dalam proses Kemudian dilakukan Pencarian kaolin Roda putar Teknik pembentukan pembentukan tanah liat disaput dengan kain basah supaya bahan tidak keras, sehingga mudah dibentuk. Untuk menipiskan badan wadah, digunakan lempengan pipih dan panjang dari kayu; nama alat ini ialah su dei kut. Tahap sebagian luar wadah dengan bilah kayu yang pipih dan lebar yang biasanya disebut kiam chi. Tahap akhir dari proses pembentukan ini adalah penglepasan hasil pembentukan dari roda putar dengan menggun elanjutnya adalah meratakan akan benang.
Teknik penghias dan lama, karena proses diperlukan sampai 1250 dibakar dan dapat dilakukan pada waktu pembentukan di atas roda putar dengan cara bagian tepian di tekan sehingga membentuk hiasan gelombang. Dapat pula dilakukan setelah produk setengah kering di ukir, cetak-tempel atau cap. Teknik pengglasiran dilakukan beberapa cara, tergantung besar-kecilnya produk; barang berukuran kecil dengan cara dicelup pada cairan glasir, sedangkan produk ukuran sedang dan besar dengan cara disiram. Pembakaran bagian yang tersulit ini memerlukan ketelitian. Tungku yang digunakan berukuran panjang antara 38 meter, lebar depan 127 cm, tengah 182 cm, dan belakang 150 cm disini terletak cerobong asap, tinggi tungku rata-rata 120 cm an. Bentuk memanjang ke belakang dan menaik supaya pemanasan merata. Produk disusun sesuai
dengan jenisnya, barang-barang yang tidak diglasir di letakkan di paling belakang, kemudian tempayan atau barang-barang berukuran besar, sedangkan barang kecil dimasukkan kedalam wadah untuk menghindari kerusakan. Temperatur yang derajat Celcius, pembakaran memerlukan waktu 24 jam; setiap proses pembakaran dalam satu tungku memuat antara 5000—600 buah tergantung pada besar-kecilnya barang yang
Teknik ukir Teknik pencelupan Cara penyusunan dalam tungku Dari peninjauan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa teknologi dan hasil produksi sangat berpotensi dalam hal meniru keramik kuna, bahkan kadang-kadang para ahli keramik kuna pun terkecoh dalam menginterpretasikannya, karena demikian sempurnanya peniruan tersebut. Hal ini ditunjang pula oleh pengrajin imigran dari Cina dengan teknologi sama dengan apa yang Menunggu peminat terjadi di Cina pada masa lalu. Namun sayang potensi tersebut tidak ditunjang dalam pemasarannya, sehingga beberapa pabrik memperlihatkan kemunduran kuantitas produksi, bahkan ada pabrik yang tutup, ada pabrik yang telah mengubah bentuk produksinya ke genteng dan bata, untuk menutupi kurangnya pemasaran keluar. Padahal apabila bentuk-bentuk keramik kuna tersebut masih tetap dipertahankan dan lancarnya pemasaran, hasilnya akan lebih besar daripada bentuk yang dibuat sekarang. Hambatan pemasaran itu, juga disebabkan masalah transportasi, sebagai contoh: jenis tempayan tipe kuna di pabrik dapat dibeli dengan harga antara Rp. 25.000 sampai Rp. 100.000, tetapi di luar Singkawang barang tersebut dijual sampai jutaan, bahkan di beberapa art shop harganya lebih mahal lagi; itu semua karena kesulitan transportasi. Sampai saat ini, jenis barang Singkawang telah menyebar, baik di dalam maupun luar negeri (museummuseum;  kolektor; art shop). Kesamaan produk antara Singkawang dengan Cina, bahkan dengan negara-negara lain menjadikan pengetahuan baik dari segi tipologi maupun stylistiknya, bahkan beberapa dari hasil produksi dapat dikatakan serupa tapi tak sama, namun ciri material atau bahan berbeda, dengan demikian pengetahuan material menjadi penting sekali artinya dalam mengidentifikasi keramik. Dengan demikian ciri bahan menjadi penting sekali.  Sampah dari tungku Cina (kiri), sampah dari tungku Singkawang (kanan)

from Budpar

Labels:

1 Comments:

Blogger Unknown said...

Apa ciri yang membedakan tempayan asli dengan yang palsu...?

April 13, 2010 at 4:46 PM  

Post a Comment

I must comment

<< Home